Rabu, 10 Juli 2013

Kisah Asmara Kejam: Laba-Laba Jantan Mati Setelah Kawin



By : Tanya Lewis -  Live Science

Tragedi asmara melanda semua makhluk, termasuk makhluk berkaki delapan. Laba-laba jantan mendekati laba-laba betina (yang berukuran empat kali lebih besar). Sang betina menghindar, tapi jantan merayap semakin mendekat.

Akhirnya, jantan berhasil memeluk betina dengan menggunakan kaki-kaki kecilnya, menaiki betina, dan memasukkan “penis” ke alat kelamin betina serta menyuntikkan sperma.
 
Kemudian, kaki laba-laba jantan mengerut. Ia tidak bergerak, jantungnya berhenti bergerak.

Laba-laba pemancing jantan (Dolomedes tenebrosus) kawin hanya dengan satu laba-laba betina, dan hal tersebut menyebabkan kematian seketika dan kerusakan alat kelamin, menurut penelitian terbaru. Jasadnya kemudian dimakan laba-laba betina kemudian.
 
Kisah mengerikan ini bukanlah kasus kanibalisme seksual pertama, ketika seekor laba-laba (biasanya betina) memangsa pasangannya setelah mereka kawin. Namun, tidak seperti spesies laba-laba lain yang betinanya memakan sang jantan, laba-laba pemancing jantan tampaknya mati karena sebab-sebab internal.

Peneliti Steven Schwartz, mahasiswa jurusan ekologi perilaku hewan di University of Nebraska-Lincoln, menemukan kematian mendadak laba-laba pemancing secara kebetulan. Tadinya Schwartz ingin mencari tahu apakah laba-laba pemancing jantan hanya kawin dengan satu betina sepanjang hidupnya (monogini).

Namun ketika ia mengamati lebih saksama, Schwartz menemukan bahwa laba-laba jantan mati setelah sekali kawin. Mati sendiri, bukan dibunuh sang betina, ujar Schwartz.
 
Semua laba-laba jantan memiliki dua organ tambahan yang dikenal dengan istilah pedipalp (atau biasa disingkat palpi). Saat laba-laba jantan matang secara seksual, mereka berejakulasi ke jaring-jaring sperma dan mengisapnya dengan palpi, yang mengembang karena tekanan cairan. Saat kawin, laba-laba jantan menyalurkan sperma ke dalam tubuh betina dari salah satu palpi-nya, yang kemudian mengempis.

Namun untuk spesies laba-laba pemancing, organ palpi tetap menggembung dan tidak berguna setelah kawin. Laba-laba jantan kemudian mengerut dan teronggok tidak berdaya di dekat tubuh laba-laba betina. Dalam beberapa jam, ia mati.

 
Penyebab kematian sang jantan tampaknya berkaitan dengan membesarnya ukuran palpi, ujar Schwartz. Dalam beberapa kasus, Schwartz secara tidak sengaja memicu pembesaran tersebut, dan laba-laba jantan akhirnya mengerut dan mati.
 
Laba-laba pemancing betina kemudian akan memakan laba-laba jantan yang mati, namun ada beberapa keuntungan yang didapat oleh laba-laba jantan, setidaknya gennya diturunkan pada anaknya.
 
Memakan laba-laba jantan dapat mengurangi kemungkinan laba-laba betina “menggoda” laba-laba jantan lainnya, hal tersebut meningkatkan kesempatan bahwa hanya laba-laba jantan yang mati itulah yang menjadi ayah dari anak-anak sang betina.
 
“Jika seekor laba-laba jantan dapat memonopoli seekor laba-laba betina, laba-laba jantan lainnya akan memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk kawin,” ujar Schwartz. Dengan “memakan sang jantan” kondisi tubuh sang betina dapat terjaga sehingga menghasilkan keturunan yang lebih sehat. Jadi bagi laba-laba jantan, “kematiannya tidak sepenuhnya sia-sia,” ujar Schwartz.
 
Monogini dan perilaku mengorbankan diri bagi sang betina juga terjadi di beberapa spesies lain, antara lain laba-laba punggung merah Australia. Strategi kawin semacam ini sering kali terjadi di antara spesies dengan jumlah jantan yang lebih tinggi dibandingkan betina, sehingga laba-laba jantan memiliki kesempatan kawin yang terbatas.
 
Bagi laba-laba pemancing jantan, yang hanya mempunyai satu kali kesempatan untuk kawin, pengorbananmu tidak sia-sia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar