Minggu, 01 April 2012

Korupsi Masih 'Berkuasa'

Add caption
rupa-rupanya korupsi masih ada gelagat terus 'berkuasa' untuk mewarnai kehidupan bernegara kita.pasalnya,upaya pemberantasan korupsi hampir dipastikan akan mentok alias berhenti pada tingjat struktural.tembok kekuasaan,juga berbagai jaringnya selama ini cenderung kompromi,bahkan hidup bersama denyut korupsi itu sendiri. dengan bahasa lain,korupsi sudah tidak lagi merupakan kata benda yang mudah ditangkap dan dijadikan bukti penindakan hukum,tetapi korupsi sudah berkembang dan berubah menjadi kata kerja (menyatu dengan kerja birokrasi eksekutif,menyatu dengan kerja politik legislatif dan menyatu dengan kerja penegakan hukum di lembaga yudikati).bahkan pada perkembangan selanjutnya,korupsi mampu mentransformasi diri menjadi kata sifat yang hadir dimana-mana,menjadi salah satu unsur dan subtansi kehidupan bernegara itu sendiri. dalam kondisi yang seperti ini hampir-hampir tidak ada satu inci pun dari ruang kekuasaan dan kehidupan bernegara yang selamat dan hampa dari korupsi.korupsi telah menjadi sesuatu yang bersifat sistemik,total dan terus terang alias sering transparan.korupsi bukan lagi sebuah noda dan dosa yang berbau busuk dan kotor,atau pahit rasanya,tetapi bagi yang asyik terlibat dan hidup dalam alam yang yang koruptif maka korupsi jangan -jangan malahan sudah didefinisikan sebagai prestasi yang berbau harum dan gurih rasanya.maka perlu di rebut ramai-ramai seperti layaknya mereka yang berebut kue dalam sebuah pesta. inilah yang barangkali menyebabkan bangsa dan negara kita gagal membangun,gagal memulihkan diri dari berbagai krisis dan gagal tampil percaya diri untuk bersaing di arena global.kita ketinggal jauh dibanding cina dalam keberanian menciptakan revolusi antik korupsi dan kita hampir tidak punya ikon pemeberantas k o r u p s i sebagaimana Jakso Bao dalam kehidupan bangsa cina.kita memang cukup banyak memiliki tokoh nasional yamg bersih memilih tidak korupsi,dan sayang sekali ini masih terbatas sebagai prestasi moral individual sementara moral kolektif kita masih cenderung pro korupsi.prestasi moral individual itu belum cukup mampu diubah menjadi energi sosial dimana publik memiliki patokan yang jelas dan terukur dalam memandang batas yang jelas antara hitam dan putihnya tindakan korupsi itu.bagi kita semua masih kabur,atau sengaja di kaburkan. mungkin,secara historis posisi bangsa kita,dalam kaitan dengan masih 'berkuasa'nya korupsi yang sitemik ini masih berada pada zaman klonial belanda.sebab bagaimana kita tahu,pada zaman penjajahan itu yang disebut korupsi memang sengaja dijaga stabilitasnya oleh rezim penguasa.terjadi hierakhi korupsi dimana nilai-nilai korupsi beroperasi secara normal dan berkesinambungan.penguasa penjajah korupsi,lalu para raja dan penguasa local juga korupsi,disusul oleh para aparat di bawahnya sampai ke tingkat lebih sedikit di atas rakyat.pada waktu korupsi sudah menjadi nafas dari birokrasi,politisi,para ilmuwan,aparat keamanan dan para penegak hukum itu sendiri.orang yang relatif berhasil mendeskripiskan mekanisme dan struktur kekuasan yang berinteraksi secara koruptif antara lain adalam Multatuli dalam bukunya yang legendaris kritis Max Havelaar. masalahnya,cukuplah sejarah di jadikan kambing hitam untuk mengesahkan korupsi hari ini? tentu saja tidak.Mohammad Hatta bersama para politis dari Masyumi pernah berupaya untuk memutus rantai sejarah korupsi itu di masa silam.sayang sekali upaya itu belum berhasil.Kader-kader mereka atau orang yang sevisi dengan mereka yang selalu muncul dalam panggung sejarah nasional kemudian hari,juga belum berhasil. bahkan mereka harus menghadapi penindasan dan pengucilan dari rezim orde lama dan orde baru yang masih mengadopsi korupsi struktural sebagaimana di terapkan oleh rezim penjajah belanda.sampai kemudian hari ini,korupsi stuktural itu,melengkapi korupsi kultural tidak kunjung dapat dibasmi. dalam konteks dan perspektif di atas maka kita mungkin marah,tetapi terpaksa harus 'memahami' mengapa pembentuk komisi pemberantasan tindak pidana korupsi (KPK) masih terus tersendat-sendat,dan ada gejala dibuat disfungsi atau mendul sejak sebelum terbentuk.padahal pembentukan komisi ini merupakan amanat konstitusi. dalam kaitan inilah maka kehendak rakyat untuk memilih presiden baru yang antri korupsi - bukan presiden yang merupakan bagian dari korupsi - dalam pemilu nanti perlu didukung.sebab dengan tampilnya tokoh kuat yang bersih dan berani membrantas korupsi pada tingkat struktural,sekaligus mengeliminasi korupsi pada level kultural maka bangsa kita akan memiliki kesempatan dan peluang yang luas untuk memulihkan diri dari krisis dan mampu untuk maju bersaing dan percaya diri hidup dalam pergaulan global. tampilnya tokoh yang memiliki kekuatan struktural untuk membrantas korupsi nanti akan mampu mencegah kemarahan publik yang makin lama makin tak tertahankan.jika ambang batas kesabaran publik atas tindakan korupsi oleh eksekutif,legislatif dan yudikatif telah terlampau maka dikhawatirkan publik,rakyat,atau masyarakat akan bertindak sendiri untuk menghukum koruptor lewat pengadilan massa yang singkat dan dramatis sebagaimana sekarang mereka pertunjukkan ketika mengadili dan menghakimi para penjambret,penodong dan pencuri.mungkin para koruptor itu nanti ada yang ditangkap ramai-ramai lalu dibakar massa di depan umum.dan itu adalah awal dari revolusi sosial yang sama-sama tidak kehendaki. Coba Dengarkan Lagu SLANK Ini sumber: tof.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar